Tuesday, December 23, 2014

Selamat, aku beruntung jadi anakmu.

Aku mendadak mati kata jika tentang ia.
Ia adalah senyatanya laut yang aku cintai. Pada peluknya adalah pantai yang kerap aku sambangi. Dan dadanya adalah samudera luas untuk aku renangi.

Ibuku keras kepala. Dan kerap aku mengelus dada. Aku tidak luput dari drama Ibu dan Anaknya, bertengkar tentang apa saja. Rebutan tas, colong-colongan lipstik atau apapun.
Tapi tetap pada lehernya aku surukkan kepala.

Ibuku hebat. Dengan caranya.
Aku tahu badai apa yang mendera Ibu. Aku tahu bandang apa yang menyapu senyum di wajahnya yang kelabu.
Aku tahu beban apa yang ia simpan dibalik tawa dan tebaran senyuman.
Aku tahu ia ingin terlihat kuat dihadapanku.
Bagaimana pun Ibu, aku beruntung lahir dari rahimnya. Mengenal ia yang tak kalah hebat dari Xena.

Ibuku hebat. Ia tetap menganggapku sebagai anaknya meski aku sering membuat nada suara naik beberapa oktaf karena kelakuanku.
Ia tetap memelukku erat ketika aku menubruk dadanya.
Tetap menciumi kemudian menjilat pipi menggodaku.
Tetap yang paling tahu meski tak ku ungkap sepatah kata.

Ibuku semata semesta.
Ibuku senyata sebanding dengan indah senja.
Jika kamu temukan kehangatan lembayung di dadaku, jelas itu menurun darinya.

Sometimes I forget that having a caring & loving family is an ultimate, priceless luxury that can not be replaced. 
Sometimes I take my mother's infinite love for granted just because I knew she won't stop trusting me. 
Sometimes I simply gone ignorant or selfish while chasing my own dreams, when she prayed all her sincere heart out for my victory. 

For all that I truly regret, and I remind myself everyday how fortunate I am to be born in this world into such a great bond of endearment. 
I love you, Mom.
Let me pay back all your truthful merit with my lifetime devotion

Mah, selamat hari Ibu.
Terimakasih, kamu memang musuh terbesarku. Pun aku untuk dirimu. Tapi tanpamu, hidupku jauh dari seru.
You rock, mom. I love you. 



No comments:

Post a Comment