Thursday, March 10, 2016

Palsu

Ada yang bilang dunia ini palsu. Aku sepakat.

Semua orang saling menonjolkan diri. Mereka semua ingin menjadi manusia yang berarti. Mereka saling memengaruhi. Mereka berpolitik. Mereka merayu untuk membuat suatu aliansi. Mereka mengatasnamakan kepedulian, mengatasnamakan negeri yang selalu dibilang menyedihkan. Mereka bilang mereka memperjuangkan hak. Mereka bilang korupsi harus diberantas padahal untuk hadir tepat waktu pun mereka masih susah. Mereka tidak menyadari bahwa waktu pun sering mereka korupsi dengan ketakberartian yang sering mereka lakukan. Mereka mengatasnamakan warga miskin tanpa mereka sadari apa saja yang sebenarnya membuat warga itu miskin. Mereka berdemonstrasi, meneriaki sebuah kebijakan, mengkrtisi banyak hal yang katanya atas dasar keilmuan, lalu mengibarkan bendera untuk menunjukkan ‘warna’ padahal tak semua putih adalah bersih, pun tak semua hitam adalah kotor.

Manusia senang sekali memberikan label kepada orang lain, iya mereka senang sekali. ketika kita hidup di dunia serba berlabel, maka pasanglah ikat kepala lebih kencang. Sejatinya kadang kita hidup dalam persepsi orang lain. Hidup dengan mempertahankan citra-citra yang diberikan orang lain kepada kita. Label yang mereka tempelkan kepada kita dan banyak orang yang senang hati dan rela bersusah payah mempertahankan label tersebut. Lebih banyak lagi yang berusaha mengejar-ngejar label tersebut.

Itulah kehidupan saat ini, dimana persepsi orang terhadap diri kita ternyata menjadi begitu penting. Banyak orang yang kehilangan dirinya sendiri, berusaha menjadi orang dengan banyak label. Jika kamu dinilai agamis oleh orang lain, maka haram bagimu bertindak cela. Lupa sungguh lupa manusia itu letaknya lupa dan salah.

Aku tidak peduli dengan label yang mereka berikan, selama aku bisa manjadi diri sendiri dan bermanfaat untuk orang lain. Bagiku label mu itu tidak banyak berarti. Aku bisa menjadi benar dan bisa menjadi lupa.

Seharusnya kepada Tuhan lah dia mengharapkan label terbaik, bukan dari manusia dan bukan kepada manusia ia mengharapkan. Dalam menjalani hidup ini. Akan ada saja kita temui orang yang baik dan menyukai kita, atau orang yang pura-pura baik tapi tidak menyukai kita, ada pula yang tidak baik dan tidak menyukai kita. Ada saja.

Dalam interaksi sosial manusia memang pandai memanipulasi sikapnya ke orang lain. Dan dalam hal yang sama pula, banyak yang menganggapnya tidak penting, terutama untuk orang kedua dan ketiga. Ada yang memikirkannya begitu serius. Aku sendiri menganggapnya tidak penting. Biarkan orang lain kelelahan menahan-nahan sikapnya, atau ketidaksukaannya kepadaku. Hal itu hanya akan menghabiskan energi jika dilayani. Biarkanlah mereka sibuk dalam pikirannya sendiri. Sibuk dengan asumsinya. Dan kita, tetaplah menjalani hari ini sebagaimana biasanya. Memberikan hal-hal baik dan menjadi orang yang tulus kepada semua orang. Berbuat baik kepada semua makhluk hidup. Tidak perlu memusingkan sikap orang lain kepada kita. Selama kita berbuat baik, dalam hidup akan selalu saja ada orang yang tidak suka. Ya memang seperti itulah hidup. Sampai kapan kita akan mengurusi hal-hal yang tidak begitu penting seperti itu. Biarkan mereka lelah sendiri. Dan kita tetaplah menjadi pribadi yang terus menerus berbuat baik.

Hilangkanlah rasa pamrih, memberi sesuatu karena ingin mendapat sesuatu. Ketulusan bernilai sangat besar dalam membangun sebuah silaturahmi yang baik dan lebih erat.  Mari sibukkan diri dengan hal yang jauh lebih bermanfaat daripada memikirkan sikap orang lain kepada kita. Percayalah, bahwa sikapnya tidak akan berdampak besar terhadap hidupmu, kecuali kamu mulai membenamkan diri dalam asumsi-asumsi terhadapnya. Akan selalu ada yang suka dan tidak suka. Itu pasti. Tapi, cara menyikapinya menjadi hak mutlak pilihan kita.


xoxo,

Marcellina Rahmadini

No comments:

Post a Comment