Ada
yang bilang dunia ini palsu. Aku sepakat.
Semua
orang saling menonjolkan diri. Mereka semua ingin menjadi manusia yang berarti. Mereka saling memengaruhi. Mereka berpolitik. Mereka merayu untuk membuat suatu
aliansi. Mereka mengatasnamakan kepedulian, mengatasnamakan negeri yang selalu
dibilang menyedihkan. Mereka bilang mereka memperjuangkan hak. Mereka bilang
korupsi harus diberantas padahal untuk hadir tepat waktu pun mereka masih
susah. Mereka tidak menyadari bahwa waktu pun sering mereka korupsi dengan
ketakberartian yang sering mereka lakukan. Mereka mengatasnamakan warga miskin
tanpa mereka sadari apa saja yang sebenarnya membuat warga itu miskin. Mereka
berdemonstrasi, meneriaki sebuah kebijakan, mengkrtisi banyak hal yang katanya
atas dasar keilmuan, lalu mengibarkan bendera untuk menunjukkan ‘warna’ padahal
tak semua putih adalah bersih, pun tak semua hitam adalah kotor.
Manusia senang sekali memberikan label kepada orang
lain, iya mereka senang sekali. ketika
kita hidup di dunia serba berlabel, maka pasanglah ikat kepala lebih kencang.
Sejatinya kadang kita hidup dalam persepsi orang lain. Hidup dengan
mempertahankan citra-citra yang diberikan orang lain kepada kita. Label yang mereka tempelkan kepada kita dan banyak
orang yang senang hati dan rela bersusah payah mempertahankan label tersebut.
Lebih banyak lagi yang berusaha mengejar-ngejar label tersebut.
Itulah kehidupan saat ini, dimana persepsi orang
terhadap diri kita ternyata menjadi begitu penting. Banyak orang yang
kehilangan dirinya sendiri, berusaha menjadi orang dengan banyak label. Jika kamu dinilai agamis oleh orang lain, maka haram
bagimu bertindak cela. Lupa
sungguh lupa manusia itu letaknya lupa dan salah.
Aku tidak peduli dengan label yang mereka berikan,
selama aku bisa manjadi diri sendiri dan bermanfaat untuk orang lain. Bagiku label mu itu tidak banyak berarti. Aku bisa menjadi benar dan bisa menjadi lupa.
Seharusnya kepada Tuhan lah dia mengharapkan label
terbaik, bukan dari manusia dan bukan kepada manusia ia mengharapkan. Dalam menjalani hidup
ini. Akan ada saja kita temui orang yang baik dan menyukai kita, atau orang
yang pura-pura baik tapi tidak menyukai kita, ada pula yang tidak baik dan
tidak menyukai kita. Ada saja.
Dalam interaksi sosial manusia memang
pandai memanipulasi sikapnya ke orang lain. Dan dalam hal yang sama pula, banyak yang
menganggapnya tidak penting, terutama untuk orang kedua dan ketiga. Ada yang
memikirkannya begitu serius. Aku sendiri menganggapnya tidak penting. Biarkan
orang lain kelelahan menahan-nahan sikapnya, atau ketidaksukaannya kepadaku.
Hal itu hanya akan menghabiskan energi jika dilayani. Biarkanlah mereka sibuk dalam pikirannya sendiri.
Sibuk dengan asumsinya. Dan kita, tetaplah menjalani hari ini sebagaimana
biasanya. Memberikan hal-hal baik dan menjadi orang yang tulus kepada semua
orang. Berbuat baik kepada semua makhluk hidup. Tidak perlu memusingkan
sikap orang lain kepada kita. Selama kita berbuat baik, dalam hidup akan selalu
saja ada orang yang tidak suka. Ya memang seperti itulah hidup. Sampai kapan
kita akan mengurusi hal-hal yang tidak begitu penting seperti itu. Biarkan
mereka lelah sendiri. Dan kita tetaplah menjadi pribadi yang terus menerus
berbuat baik.
Hilangkanlah rasa pamrih, memberi
sesuatu karena ingin mendapat sesuatu. Ketulusan bernilai sangat besar dalam
membangun sebuah silaturahmi yang baik dan lebih erat. Mari sibukkan diri
dengan hal yang jauh lebih bermanfaat daripada memikirkan sikap orang lain
kepada kita. Percayalah, bahwa sikapnya tidak akan berdampak besar terhadap
hidupmu, kecuali kamu mulai membenamkan diri dalam asumsi-asumsi terhadapnya.
Akan selalu ada yang suka dan tidak suka. Itu
pasti. Tapi, cara menyikapinya menjadi hak mutlak pilihan kita.
xoxo,
Marcellina Rahmadini
xoxo,
Marcellina Rahmadini